Kamis, 13 Oktober 2016

Kebijakan full day school dan pendapat para ahli



 — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, Presiden Joko Widodo telah berpesan bahwa kondisi ideal pendidikan di Indonesia adalah ketika dua aspek pendidikan bagi siswa terpenuhi.
Adapun dua aspek pendidikan itu ialah pendidikan karakter dan pengetahuan umum.
Pada jenjang sekolah dasar (SD), siswa mendapatkan pendidikan karakter sebanyak 80 persen dan pengetahuan umum sebanyak 20 persen.
Sementara itu, pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP), pendidikan karakter bagi siswa terpenuhi sebanyak 60 persen dan pengetahuan umum sebanyak 40 persen.
"Merujuk arahan Presiden Joko Widodo, kami akan memastikan bahwa memperkuat pendidikan karakter peserta didik menjadi rujukan dalam menentukan sistem belajar mengajar di sekolah," kata Muhadjir, dalam keterangan tertulis, Selasa (9/8/2016).
Kemudian, guna memenuhi pendidikan karakter di sekolah itu, Kemendikbud akan mengkaji penerapan sistem belajar mengajar dengan full day school.
Namun, full day school ini bukan berarti para siswa belajar selama sehari penuh di sekolah. Program ini memastikan siswa dapat mengikuti kegiatan-kegiatan penanaman pendidikan karakter, misalnya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
Muhadjir mengatakan, lingkungan sekolah harus memiliki suasana yang menyenangkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran formal sampai dengan setengah hari, selanjutnya dapat diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler.
"Usai belajar setengah hari, hendaknya para peserta didik (siswa) tidak langsung pulang ke rumah, tetapi dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang menyenangkan dan membentuk karakter, kepribadian, serta mengembangkan potensi mereka," kata Muhadjir.
Dengan demikian, kata Muhadjir, para siswa dapat terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif dan kegiatan kontraproduktif, seperti penyalahgunaan narkoba, tawuran, dan sebagainya.
Ia mengatakan, saat ini sistem belajar tersebut masih dalam pengkajian lebih mendalam, termasuk perihal kondisi sosial dan geografis mana saja yang memungkinkan sistem belajar tersebut diterapkan.
"Misalnya di daerah mana saja yang orangtuanya sibuk sehingga tidak punya banyak waktu di rumah," kata dia.
Selain itu, Kemendikbud juga akan mengkaji masukan-masukan dari masyarakat. Ia mengatakan, penerapan full day school juga dapat membantu orangtua dalam membimbing anak tanpa mengurangi hak anak.
Setelah bekerja, para orangtua dapat menjemput buah hati mereka di sekolah.
Dengan sistem ini juga, orangtua tidak khawatir atas keamanan anak-anaknya karena mereka tetap berada di bawah bimbingan guru selama orangtuanya berada di tempat kerja.
"Peran orangtua juga tetap penting. Di hari Sabtu dapat menjadi waktu keluarga. Dengan begitu, komunikasi antara orangtua dan anak tetap terjaga dan ikatan emosional juga tetap terjaga," kata Muhadjir.
JAKARTA, KOMPAS.com
Menurut pakar pendidikan A. Munir, konsep full day school bukan soal penambahan materi dan waktu belajar mata pelajaran, melainkan proses pendampingan guru kepada anak di sekolah.

Dengan lamanya anak-anak berada di sekolah, para guru bisa mendampingi mereka seperti untuk beribadah, makan siang, bermain, dan aktivitas lainnya sebagaimana kegiatan yang mereka lakukan di rumah. Tentu saja semua aktivitas itu diarahkan pada nilai-nilai pendidikan. ”Belajar sambil bermain” atau “belajar dengan berbuat dan melakukan”-lah yang lebih ditonjolkan.
Menurut mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini, maksud dari full day school adalah pemberian jam tambahan. Namun, pada jam tambahan ini siswa tidak akan dihadapkan dengan mata pelajaran yang membosankan. Kegiatan yang dilakukan seusai jam belajar-mengajar di kelas selesai adalah ekstrakurikuler (ekskul). Dari kegiatan ekskul ini, diharapkan dapat melatih 18 karakter, beberapa di antaranya jujur, toleransi, displin, hingga cinta tanah air.
Usai belajar setengah hari, hendaknya para peserta didik (siswa) tidak langsung pulang ke rumah, tetapi dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang menyenangkan dan membentuk karakter, kepribadian, serta mengembangkan potensi mereka,” kata Muhadjir. Dengan demikian, kemungkinan siswa ikut arus pergaulan negatif akan sangat kecil karena berada di bawah pengawasan sekolah. Misalnya, penyalahgunaan narkoba, tawuran, pergaulan bebas, dan sebagainya.
Pertimbangan lainnya adalah faktor hubungan antara orangtua dan anak. Biasanya siswa sudah bisa pulang pukul 1. Tidak dipungkiri, di daerah perkotaan, umumnya para orangtua bekerja hingga pukul 5 sore.  “Antara jam 1 sampai jam 5 kita nggak tahu siapa yang bertanggung jawab pada anak, karena sekolah juga sudah melepas, sementara keluarga belum ada,” pungkas beliau menambahkan.

Menurut pendapat saya pribadi mengenai full day school tentang penerapanya di Indonesia belum efisien jika kebijakan tersebut diterapkan disemua wilayah pendidikan di Indonesia karena fasilitas sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia belum memadai bahkan cenderung masih tertinggal, karena penerapan full day school harus ditunjang sarana dan prasarana yang baik dan bagus, dan juga tenaga pengajar yang bermutu, agar tercapai mutu pendidikan yang optimal, seperti tujuan konsep full day school itu sendiri.